Manusia dan Waktu

Manusia dan Waktu

Bagaimana manusia memandang waktu? salah satunya dengan sudut pandang berikut:

Manusia Jawa, seperti dalam kebudayaan yang lain, memiliki cara pandang tersendiri dalam melihat waktu. Waktu dipandang dari kelahiran hingga wafat.

Lahir-Hidup-Mati.

 

Pada masa lampau, dan sebagian manusia Jawa kini menandai hari mereka dengan istilah “weton” atau “wiyos”, yang arti harafiahnya berarti “keluar”, “metu”. Saat lahir ini, manusia Jawa akan ditandai mulai dari awan/bengi, saptawara, pasaran, wuku, hingga putaran windu.

Nah! atas dasar penanda kelahiran tersebut, maka penting sekali bagi orang Jawa ketika hari lahir dan deretannya itu kembali ke titik awalnya, satu kali siklus.

 

Biar ndak rumit, contohnya begini:

Orang yang lahir 1 Maret 1993, atau Sênèn Wage 7 Pasa Jimawal AJ 1925, măngsa Kasanga, Wuku Măndhasiya, Windu Sancaya. — Oerhatikan hari, bulan, mangsa/masa, wuku, dan windu-nya.

Maka ia akan mencapai Tumbuk Alit pada Senin 18 Maret 2024 M, Sênèn Wage 7 Pasa Jimawal AJ 1957 măngsa Kasanga, Wuku Măndhasiya, Windu. —Pada hari dalam satu siklus penanggalan Jawa. Ya kira-kira, orang itu berusia 31 tahun. Ia akan bertemu siklusnya lagi, 31 tahun kemudian.

Sederhananya Weton (0 tahun), Tumbuk Alit (31 tahun), Tumbuk Ageng (62 tahun), Adi Yuswa (93 tahun), dst hingga wafat.

Masa Wiyos- Tumbuk Alit dimaknai orang Jawa sebagai masa berproses, bertumbuh dan berkembang, belajar, melakukan pengembaraan, mencari ilmu, mengolah raga dan menemukan pola-pola pilihan.

Masa Tumbuk Alit hingga Tumbuk Ageng adalah masa pencapaian. Pada fase ini manusia Jawa akan berkarya, membangun karier, mencapai puncak-puncak duniawi, membangun kelurga, dan bertanggungjawab penuh atas pilihan-pilihan hidupnya.

Setelah Tumbuk Ageng, manusia Jawa cenderung akan mundur dari rutinitas duniawimengolah batin, menulis memoar. Pada masa lampau, fase ini banyak bangsawan yang menepi ke pesisir, pegunungan, dan ruang-ruang sepi, untuk mengolah rasa, pun sesekali memberi advice.

Pada masa kini jarang sekali manusia Jawa yang menyentuh Adi Yuswa, “kelahiran ketiganya” di dunia dalam siklus penanggalan Jawa. Pada masa lampau, orang yang mencapai derajat ini akan disebut Buyut atau Penembahan. Orang-orang yang sudah mapan dengan ruang spiritualitasnya. 

Masa Adi Yuswa, di masa lampau orang akan lebih banyak bermeditasi dan meninggal dengan tenang. Tentu penanda seperti ini hari ini dianggap sebagai satu simplifikasi, karena jalan hidup manusia begitu kompleks dan punya karakteristik pola sendiri. Paling tidak, setidaknya bagi sebagian manusia Jawa, penanda-penanda ini menjadi penting untuk mengukur diri, menandai proses diri, dan mengakhiri kisah diri pribadi dengan baik.

Apakah kawan-kawan Srddha masih mengenal pola marking ini? atau kawan-kawan punya pola penanda waktu tersendiri? selamat berakhir pekan. rdr

 #ayosinaumaneh

Manusia dan Waktu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *