
Keberpihakan pada HAM menjadi biang penting terdaftarnya Reyog sebagai ICH UNESCO. Masalahnya, tarik-ulur kesejarahan masa peristiwa “Merah” masih membekas dalam perdebatan. Polarisasi kanan-kiri atau islam-komunis menyertai harum dan agungnya kesenian Reyog sampai hari ini. Tafsir kebudayaan seperti itu sangat sah dan memang harus terjadi. Karena setiap zaman punya permasalahan dan penyelesaiannya masing-masing. Namun, jika pada hari ini masalah itu masih bergulir “apakah Reyog dapat menyandang status ICH UNESCO?” Narasi alternatif Reyog Ponorogo sangat diperlukan. Untuk itu, mari berdialektika dengan kepala dingin dan pelukan hangat persaudaraan di acara Ngopi Nyore #26 @mucoffesaja tanggal 23 April 2022 bersama kak Frengki Nur FP (Sraddha Institute) dan bapak Soehardo, SH, M.M.
Mari bersua dengan ceria!