
Sejak naskah-naskah pegunungan ini dibawa ke Batavia pada tahun 1850, masyarakat pegunungan tidak banyak yang tahu tentang keberadaan naskah lebih-lebih konten isi naskah tersebut. Tentu dalam beberapa laporan pun juga menyatakan bahwa tradisi tulis sudah berhenti di tahun-tahun sebelum akuisisi naskah itu. Dengan tahun relatif 1600-an (1567 Ç – L 127), maka keberadaan skriptoria pegunungan ini setidaknya sudah berusia empat abad. Dari tahun akuisisi itu pula setidaknya tradisi menulis lontar di pegunungan sudah berhenti selama seratus lima puluh tahun. Romo Kuntara dalam beberapa kesempatan mengajar pun juga menginginkan tinggal di Windu Sabrang, dan mengajar masyarakat pegunungan membaca lontar.Di penghujung tahun ini, Sraddha Sala mencoba memulai kembali penulisan dan pembacaan lontar-lontar pegunungan Jawa, di mulai dari lereng timur laut gunung Merbabu. Sebuah tempat yang dikunjungi Bujangga Manik untuk belajar pengetahuan dari lontar-lontar ini. Semoga ada jalan untuk membawa lontar-lontar ini ke desa-desa yang lain, di seluruh pegunungan Jawa. #ayosinaumaneh